Etika (Yunanikuno : "ethikos", berarti "timbul dari
kebiasaan") adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama
filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai
standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep
seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab St. John of Damascus
(abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis
(practical philosophy).
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat
spontan kita. kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena
pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk
itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan
sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam
melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu
ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan
ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut
pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap
perbuatan manusia. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi
konsep etika), etika normative (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan
(studi penggunaan nilai-nilai etika).
Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat
dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir,
yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari
filsafat; etika lahir dari filsafat.
Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat
dilepaskan dari filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika
maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan
dijelaskan dua sifat etika
1. Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai
ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang
konkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang
konkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret.
Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang konkret
yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2. Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara
mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum.
Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang
harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat
praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan
resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif.
Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani,
kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu
untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun
sendiri argumentasi yang tahan uji.
Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama,
etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat
memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan
bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang
terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika
secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang
bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi
kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika
Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari
presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang
kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi.
Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden
dan etika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan
etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak
dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan
manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa
yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini,
antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam
merumuskan etika teologisnya.
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar