Selasa, 02 Desember 2014

Perbandingan pengolahan sampah Indonesia dengan Luar Negeri

Sampah di dunia ini tidak akan habis selama manusia di dunia ini masih ada. Memang alam memiliki kendali besar dalam pengolahan secara otomatis pada sampah organik. Namun tidak berimbang dengan sejuta ton yang dihasilkan oleh manusia setiap bulannya dengan alam yang memusnahkannya.
Sampah dapat dimusnahkan, didaur ulang, dan dijadikan produk yang bermanfaat berupa kompos, pupuk cair, briket, dan biogas.

Pengolahan Sampah Indonesia
Sampah menjadi masalah penting untuk kota yang padat penduduknya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
  • Volume sampah sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung tempat pembuangan sampah.
  • Teknologi pengelolaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat membusuknya. Hal ini menyebabkan percepatan peningkatan volume sampah lebih besar.
  • Sampah yang mudah matang dan telah berubah menjadi kompos tidak dikeluarkan dari TPA karena berbagai pertimbangan.
  • Manajemen pengelolaan sampah tidak efektif sehingga sering kali menjadi penyebab distorsi dengan masyarakat setempat.
Banyak kota atau kabupaten memiliki cara pengolahan sampah, tetapi modelnya tidak banyak berbeda.Alasannya cukup masuk akal yaitu anggaran APBD tidak seyogyanya diinvestasikan untuk hal yang konsumtif. Adapun pengolahan sampah yang diterapkan di Indonesia ada dua macam yaitu urugan dan tumpukan. Urugan atau model buang dan pergi ini bisa saja dilakukan pada lokasi yang tepat yaitu bila tidak ada pemukiman dibawahnya. Model ini dilakukan untuk suatu kota yang volume sampahnya tidak terlalu banyak. Pengolahan sampah yang kedua lebih maju dari cara tumpukan yaitu urugan. Model ini bila dilaksanakan secara lengkap sebenarnya sama dengan teknologi aerobik. Hanya saja tumpukan perlu dilengkapi dengan unit saluran air pembuangan, pengolahan air buangan, dan pembakaran ekses gas metan. Model yang lengkap ini telah memenuhi prayarat kesehatan lingkungan. Model seperti ini banyak diterapkan di kota-kota besar. Namun, sayangnya model tumpukan ini umumnya tidak lengkap, tergantung dari kondisi keuangan dan kepedulian pejabat daerah setempat akan kesehatan lingkungan dan masyarakat.


Model Pengelolaan Sampah di Luar Negeri

Di tahun terakhir, telah ada suatu aturan tentang prakarsa manajemen sapah padat yang dilakukan oleh negara-negara Eropa, Australia, Selandia Baru, dan Jepang. Sebagai contoh, pemerintah jepang sedang bekerja ke arah suatu target pengurangan timbunan sampah sebanyak 75%. Sebagian besar fokus dari program ini pada 3R (Reduce, Recycle, dan Re-use).
Umumnya pengelolaan sampah diluar negeri, khususnya Eropa, sudah dimulai di rumah tangga, yaitu dengan memisahkan sampah organik dan anorganik. Kantong sampah terbuat dari bahan yang bisa di daur ulang. Warna kantong dibedakan antara sampah organik dan anorganik. Sampah organik biasanya berwarna hijau, sedangkan kantong sampah anorganik berwarna coklat.Adapun kantong sampah barang beracun berwarna merah. Selain di lokasi perumahan, pemerintah setempat juga menyediakan tempat sampah di lokasi strategis untuk tempat buangan sampah dilokasi umum. Konstruksi tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkut oleh truk sekaligus bersama tempat sampahnya ke lokasi pengolahannya. Setelah itu sampah dipisahkan berdasarkan jenis-jenisnya dengan menggunakan magnetic seperator.
Melihat proses pembentukan “habit” pengolahan sampah di luar negeri tersebut, saya yakin kalau kita di Indonesia bisa meniru Negara Eropa. Kesadaran pada sampah dan lingkungan hidup di Eropa baru tumbuh dalam beberapa puluh tahun terakhir. Artinya hal tersebut bukan terjadi by default pada diri masyarakat Eropa, namun dilakukan by design dengan membentuk habit atau kebiasaan melalu edukasi.Oleh karena itu, upaya membangun kesadaran masyarakat melalui berbagai kampanye lingkungan hidup oleh komunitas-komunitas peduli lingkungan, seperti yang dilakukan oleh Sahabat Kompasianer dari Jogjakarta, Mas Daniel Suharta dan kawan-kawan, perlu banyak dilakukan di setiap kota dan tempat.Apa yang dilakukan mas Daniel dengan membentuk berbagai program kampanye peduli lingkungan, persis seperti yang dilakukan oleh chonaikai di Jepang, 30 tahun lalu. Meski saat itu pemerintah Jepang belum mendukung dan bergerak, mereka tidak putus asa.  Selama 20 tahun, komunitas tersebut terus konsisten meraih simpati dan berkembang pesat hingga akhirnya malah dapat memberi tekanan sosial pada pihak pemerintah.
Sumber :
HR. Sudrajat - Mengelola Sampah Kota, http://blh.banyumaskab.go.id/read/5758/perbedaan-pengelolaan-sampah-indonesia-vs-jepang#.VHMDGtKUeS