Sampah di dunia ini tidak akan habis
selama manusia di dunia ini masih ada. Memang alam memiliki kendali besar dalam
pengolahan secara otomatis pada sampah organik. Namun tidak berimbang dengan
sejuta ton yang dihasilkan oleh manusia setiap bulannya dengan alam yang
memusnahkannya.
Sampah dapat dimusnahkan, didaur
ulang, dan dijadikan produk yang bermanfaat berupa kompos, pupuk cair, briket,
dan biogas.
Pengolahan Sampah Indonesia
Sampah menjadi masalah penting untuk
kota yang padat penduduknya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
sebagai berikut :
- Volume sampah sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung tempat pembuangan sampah.
- Teknologi pengelolaan sampah tidak optimal sehingga sampah lambat membusuknya. Hal ini menyebabkan percepatan peningkatan volume sampah lebih besar.
- Sampah yang mudah matang dan telah berubah menjadi kompos tidak dikeluarkan dari TPA karena berbagai pertimbangan.
- Manajemen pengelolaan sampah tidak efektif sehingga sering kali menjadi penyebab distorsi dengan masyarakat setempat.
Banyak kota atau kabupaten memiliki
cara pengolahan sampah, tetapi modelnya tidak banyak berbeda.Alasannya cukup
masuk akal yaitu anggaran APBD tidak seyogyanya diinvestasikan untuk hal yang
konsumtif. Adapun pengolahan sampah yang diterapkan di Indonesia ada dua macam
yaitu urugan dan tumpukan. Urugan atau model buang dan pergi ini bisa saja
dilakukan pada lokasi yang tepat yaitu bila tidak ada pemukiman dibawahnya.
Model ini dilakukan untuk suatu kota yang volume sampahnya tidak terlalu
banyak. Pengolahan sampah yang kedua lebih maju dari cara tumpukan yaitu
urugan. Model ini bila dilaksanakan secara lengkap sebenarnya sama dengan
teknologi aerobik. Hanya saja tumpukan perlu dilengkapi dengan unit saluran air
pembuangan, pengolahan air buangan, dan pembakaran ekses gas metan. Model yang
lengkap ini telah memenuhi prayarat kesehatan lingkungan. Model seperti ini
banyak diterapkan di kota-kota besar. Namun, sayangnya model tumpukan ini
umumnya tidak lengkap, tergantung dari kondisi keuangan dan kepedulian pejabat
daerah setempat akan kesehatan lingkungan dan masyarakat.
Model Pengelolaan Sampah di Luar
Negeri
Di tahun terakhir, telah ada suatu
aturan tentang prakarsa manajemen sapah padat yang dilakukan oleh negara-negara
Eropa, Australia, Selandia Baru, dan Jepang. Sebagai contoh, pemerintah jepang
sedang bekerja ke arah suatu target pengurangan timbunan sampah sebanyak 75%.
Sebagian besar fokus dari program ini pada 3R (Reduce, Recycle, dan Re-use).
Umumnya pengelolaan sampah diluar
negeri, khususnya Eropa, sudah dimulai di rumah tangga, yaitu dengan memisahkan
sampah organik dan anorganik. Kantong sampah terbuat dari bahan yang bisa di
daur ulang. Warna kantong dibedakan antara sampah organik dan anorganik. Sampah
organik biasanya berwarna hijau, sedangkan kantong sampah anorganik berwarna
coklat.Adapun kantong sampah barang beracun berwarna merah. Selain di lokasi
perumahan, pemerintah setempat juga menyediakan tempat sampah di lokasi
strategis untuk tempat buangan sampah dilokasi umum. Konstruksi tempat sampah
sedemikian rupa sehingga mudah diangkut oleh truk sekaligus bersama tempat
sampahnya ke lokasi pengolahannya. Setelah itu sampah dipisahkan berdasarkan
jenis-jenisnya dengan menggunakan magnetic seperator.
Melihat
proses pembentukan “habit” pengolahan sampah di luar negeri tersebut, saya
yakin kalau kita di Indonesia bisa meniru Negara Eropa. Kesadaran pada sampah
dan lingkungan hidup di Eropa baru tumbuh dalam beberapa puluh tahun terakhir.
Artinya hal tersebut bukan terjadi by default pada
diri masyarakat Eropa, namun dilakukan by design dengan
membentuk habit atau kebiasaan melalu edukasi.Oleh karena itu, upaya membangun
kesadaran masyarakat melalui berbagai kampanye lingkungan hidup oleh
komunitas-komunitas peduli lingkungan, seperti yang dilakukan oleh Sahabat
Kompasianer dari Jogjakarta, Mas Daniel Suharta dan kawan-kawan, perlu banyak
dilakukan di setiap kota dan tempat.Apa yang dilakukan mas Daniel dengan
membentuk berbagai program kampanye peduli lingkungan, persis seperti yang
dilakukan oleh chonaikai di Jepang, 30 tahun
lalu. Meski saat itu pemerintah Jepang belum mendukung dan bergerak, mereka
tidak putus asa. Selama 20 tahun, komunitas tersebut terus konsisten
meraih simpati dan berkembang pesat hingga akhirnya malah dapat memberi tekanan
sosial pada pihak pemerintah.
Sumber :
HR.
Sudrajat - Mengelola Sampah
Kota, http://blh.banyumaskab.go.id/read/5758/perbedaan-pengelolaan-sampah-indonesia-vs-jepang#.VHMDGtKUeS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar